Showing posts with label Pura Agama Hindu. Show all posts
Showing posts with label Pura Agama Hindu. Show all posts

Thursday, March 23, 2017

Keindahan Pura Lempuyang Luhur



Kalian sudah tau bukan, Bali memang sering dijuluki sebagai Pura seribu Pura. Berbagai macam Pura dengan desain yang berbeda dan berbagai Pura untuk memuja segala manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa telah disediakan disana, salah satunya adalah Pura Lempuyang.

Pura Lempuyang terletak di bagian timur Pulau Bali, tepatnya di Puncak Bukit Bisbis atau Gunung Lempuyang, Karangasem. Pura Lempuyang adalah Stana dari Hyang Gni Jaya atau sering disebut dengan Dewa Iswara.



Pura Lempuyang berasal dari kata "Lampu" yang berarti Sinar dan "Hyang" sebagai sebutan Tuhan. Dari Lempuyang dapat diartikan sebagai Sinar suci Tuhan yang terang benderang. Pura Lempuyang memiliki status yang penting, sama seperti Pura Besakih, baik dalam konsep Dewata Nawa Sanga, maupun yang lainnya. Berbagai sumber lontar dan prasasti kuno menyatakan, ada tiga Pura besar di Bali yakni Pura Besakih, Pura Ulun Danu Batur serta Pura Lempuyang.

Pada tahun 1950an, ditempat yang didirikan Pura Lempuyang sekarang ini, barulah ada tumpukan batu dan sanggar agung yang dibuat menggunakan pohon yang masih hidup. Setelah pohon besar yang berada dibagian timur Pura tumbang, barulah dibangun dua Padmasana kembar dan sebuah Padmasana tunggal bale priasan.


Menurut beberapa narasumber, Pura Lempuyang dan Pura Sad Kahyangan lainnya didirikan sekitaran abad ke 11 Masehi, yaitu pada saat Empu Kuturan mendampingi Raja Udayana memerintah di Pulau Bali. Dalam Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul menyatakan bahwa Sang Hyang Parameswara membawa gunung-gunung yang ada di Bali sekarang yaitu dari India, yaitu Gunung Mahameru. Beberapa bagian potongan dari Gunung Mahameru dibawa dan dipecah menjadi tiga bagian. Gunung yang dimaksud adalah Gunung Batur, dan Gunung Rinjani, dan sedangkan puncak dari potongan gunung tersebut menjadi Gunung Agung di Bali serta potongan-potongan kecil dari gunung tersebut menjadi beberapa gunung di Bali seperti; Gunung Batukaru, Nagaloka, Siladnaya, Andhakasa, dan lain-lain. Gunung Lempuyang dijaga oleh Sang Hyang Agni Jayasakti yaitu putra dari Sang Parameswara, serta didampingi oleh dewa-dewa lainnya.

Gunung Lempuyang juga dapat disebut sebagai Gunung Adri Karang, Di gunung Adri Karang inilah Raja Jayasakti bersemedi, dan karena itu pula Gunung ini juga bernama Gunung Karang Semadi. Sang Hyang Guru memerintahkan Raja Jayasakti turun ke Bali untuk membangun Pura agar menjadi lebih aman dan sejahtera. Perintah Sang Hyang Guru pun dijalankan dan Raja Jayasakti membawa para Pandita dan pengikutnya untuk melaksanakan mewujudkan tugas yang diberikan tersebut. Sebelum Pertama kali dibangun Pura di Gunung Lempuyang yang digunakan sebagai stana Dewa Iswara, Raja Jayasakti melakukan semedi terlebih dahulu untuk memulai membangun kehidupan yang aman dan sejahtera di Bali. Pada saat ini, Pura Lempuyang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu utama, Madya, serta nista mandala.

Sebelum memasuki Pura Lempuyang, anda harus mengetahui pantangan dalam memasuki Pura tersbut yaitu tidak boleh berkata kasar. Selain melakukan tempat untuk beryadnya, Pura Lempuyang Luhur juga merupakan tempat wisata di Bali, Dengan latar belakang panorama Gunung Agung yang sangat indah, serta panorama hutan yang menakjubkan. Sangat cocok untuk dikunjungi guys, karena selain beryadnya kita juga sekaligus dapat berwisata ditempat ini. Sekian artikel mengenai PURA LEMPUYANG LUHUR, semoga bermanfaat ya. terimakasih telah berkunjung, dan mohon maaf bila ada kesalahan yang disengaja maupun yang tidak disengaja karena kita adalah makhluk yang sama yaitu manusia. jangan lupa share ya, jika ada pertanyaan bisa disertakan dikolom komentar atau menambahkan kontak saya di media sosial kalian. Matur Suksma.

Tuesday, March 21, 2017

Pura Unik yang Dipenuhi dengan Kelelawar


Hai, apa kabar ? semoga sehat selalu, anda suka berkunjung ke Bali ? coba deh kunjungi Pura Goa Lawah, mau tau selengkapnya ? yuk simak dibawah ini.


Pura Goa Lawah berlokasi di Kabupaten Klungkung. Goa Lawah sering dikunjungi sebagai salah satu objek wisata yang ada di Bali, diantara Pura lainnya di Bali, Pura Goa Lawah tentu mempunyai chiri khas yang unik dan berbeda dari Pura lainnya. Karena, pada areal Pura terdapat sebuah goa yang dihuni oleh ribuan ekor kelelawar, menurut legenda, Goa tersebut tembus sampai ke Goa Raja yang berada di kawasan Pura Besakih.

Pura di Bali memiliki beberapa kelompok, salah satunya adalah Pura Kahyangan Jagat yang menjadi penyongsong seluruh umat Hindu di Bali, contohnya Pura Goa Lawah. Pura ini dikenal sebagai Pura Sad Kahyangan Jagat yang terletak di arah tenggara, Pura ini dipercaya sebagai Stana dari Dewa Maheswara dan Sang Hyang Basukih. Masyarakat Hindu biasanya melakukan Ajar-ajar (Kegiatan yang dilakukan setelah melakukan Upacara Agung), Pura ini merupakan simbol filosofi unsur Segara atau laut dan gunung atau simbol Lingga dan Yoni yang tidak bisa dipisahkan.


Dengan Ciri-ciri yang khas yaitu dihuni oleh ribuan kelelawar, kebisingan suara kelelawar pun setiap hari terdengar tiada henti, sejumlah pelinggih juga terdapat dimulut Goa sebagai tempat persembahyangan untuk umat Hindu, di Pura ini juga terdapat Meru yang berdiri menjulang tinggi. Biasanya, odalan di Pura Goa Lawah dilakukan setiap 6 bulan sekali tepatnya 210 hari sekali pada kalender Hindu, bertepatan dengan Anggara Kasih atau Anggara Kliwon Medangsia, dan nyejer selama 3 hari.

Pura Goa Lawah merupakan sebuah Pura peninggalan nenek moyang yang sudah mengalami pemugaran, sehingga bangunan di sekelilingnya pun terlihat kokoh, dan indah. Jika dihubungkan dengan sejarah dari Pura Sad Kahyangan di Bali, Pura tersebut dibangun atas kemampuan dari Mpu Kuturan. Beliau merupakan seorang Pandita yang memiliki peranan penting dalam menyatukan sekte-sekte di Bali dan mengenalkan konsep Tri Murti dan Kahyangan Tiga. Empu Kuturan berasal dari Pualau Jawa.

Karena usaha dari Empu Kuturan, masyarakat hindu di Bali menjadi paham akan konsep Tri Murti, Kahyangan Tiga, dan Desa Pakraman. Sehingga masyarakat Hindu di Bali juga dapat memahami tentang tata cara pemujaan yang harus dilakukan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Empu Kuturan juga tercatat sebagai orang yang merancang bangunan pelinggih seperti meru serta gedong-gedong yang memiliki desain ukiran Bali.



Sejarah Pura Goa Lawah berkaitan dengan perjalanan Danghyang Nirartha, beliau adalah seorang Brahmana suci dari Jawa dan datang ke Bali dalam mengajarkan dan menyebarluaskan ajaran Agama Hindu, beliau datang ke Bali pada saat pemerintahan keemasan dari kejaraan Waturenggong di Gelgel. Dan pada saat perjalanan beliau dari Gelgel menuju Kusamba, perjalanannya terhenti di Pura Goa Lawah ini. Pada saat beliau berada di Goa Lawah, pemandangan laut yang menawan serta gunung yang indah pun menyambut kehadiranNya. Lalu masuk ke tengah Goa dan menyaksikan ribuan kelelawar, dan bunga serta dedaunan yang jatuh dan berserakan seolah menyambut kedatangan seorang Pandita Suci dari perjalanannya dalam menyebarkan ajaran Hindu. Di tempat ini, beliau membangun sebuah Padmasana sebagai tempat pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.


Diyakini juga bahwa Pura Goa Lawah memiliki hubungan yang erat dengan Pura Besakih. Dari Goa yang terdapat di Pura Goa Lawah merupakan tempat keluarnya Ida Bhatara Hyang Basukih yang datang dari Gunung Agung melalui Goa Raja di Besakih, diyakini juga Goa yang terdapat di Goa Raja dengan Goa yang terdapat di Goa Lawah adalah tembus karena asap pada saat letusan Gunung Agung meletus juga keluar dari mulut Goa di Goa Lawah.


Demikianlah sedikit cerita sejarah dari Pura Goa Lawah di desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung ini, semoga bermanfaat dan terimakasih atas kunjungan anda. Jangan lupa bagikan dan komentar yaa.

Monday, March 20, 2017

Uluwatu Temple




Hai, apa kabar ? semoga sehat selalu, kalian suka travel atau trip? dan khususnya umat Hindu mungkin ada yang ingin berlibur sekaligus bertirta yatra? nah, ini nih tempat yang bagus dan indah, kalian tau enggak dimana ? yuk simak selengkapnya di bawah ini.

Mendengar kata pura, kalian pasti teringat akan Pulau Bali, nah selain bersembahyang untuk memuja Tuhan, disini anda juga dapat menikmati keindahan pantai dari atas tebing, tepatnya di Pura Uluwatu. Kalian pernah ke Pura ini enggak? pemandangannya sangat bagus lo, Pura nya juga sangat indah. Pura Uluwatu berdiri kokoh di atas batu karang yang menjorok ke tengah laut dengan ketinggian mencapai 97 meter, dengan pemandangan pantainya dari atas inilah yang membuat Pura ini terlihat sangat indah. Tidak hanya pemandangan dari atas, pemandangan di bawahnya pun tidak kalah menarik, banyak peselancar yang memainkan papan selancarnya disana.



Pura Uluwatu ini terletak di ujung barat daya Pulau Bali, Pura ini dipercaya oleh umat Hindu sebagai penyangga dari 9 arah mata angin. Mulanya, Pura ini digunakan sebagai tempat untuk memuja seorang pendeta suci dari abad ke 11 yang bernama Empu Kuturan, yang menurunkan ajaran Desa Adat dengan semua peraturannya. Selain itu, Pura ini juga digunakan untuk memuja pendeta suci lainnya yaitu Dang Hyang Nirartha yang datang ke Bali pada tahun 1550 lalu mengakhiri perjalanannya dengan ngeluhur di tempat ini yaitu di Bali, dengan itulah asal nama Pura Luhur Uluwatu digunakan.


Di Pura uluwatu terdapat sebuah bak air yang selalu berisi air walaupun pada saat musim kering. Hal ini dianggap sebagai suatu keajaiban dari Pura Uluwatu. Karena Pura Luhur Uluwatu berada di wilayah perbukitan batu karang yang selalu mengandalkan air hujan, maka keajaiban bak yang selalu terdapat air itu dikeramatkan. Biasanya, air di bak tersebut digunakan untuk Air Tirta yang suci. Selain bak yang selalu berisi air tadi, di Pura Uluwatu juga terdapat Candi, bernama Candi Kurung, dibuat pada abad ke 11 masehi jika dihubungkan dengan Candi Kurung Bersayap yang terdapat di Pura Sakenan. Candi Kurung Padu Raksa dibuar pada zaman Dang Hyang Dwijendra pada abad ke XVI. Tempat ini juga terdapati Meru Tumpang Tiga yang merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa Rudra. Pura Uluwatu memiliki hari raya besar yang jatuh pada Hari Kliwon, pada wuku Medangsia. Pertama kalinya pada Anggara kliwon, wuku medangsia, Dang Hyang Dwijendra diberi wahyu dari Tuhan pada hari tersebut pula beliau harus pergi ke surga. Sebelum itu, beliau meminta agar Ki Pasek yang merupakan seorang nelayan untuk menyampaikan bahwa Dang Hyang Dwijendra menyimpan sebuah Pustaka di Pura Luhur Uluwatu. Lalu Ki Pasek Nambangan pun akhirnya pergi, sementara Dang Hyang Dwijendra melakukan tapa yoga semadhi, beliau pun moksa, dan Ki Pasek Nambangan hanya melihat sebuah cahaya ke angkasa.

Cerita sejarah Pura Luhur Uluwatu ini pun kemudian berkembang menjadi kepercayaan penduduk setempat dan agama Hindu sampai sekarang. Karena Pura Uluwatu merupakan Pura yang sangat penting dalam kehidupan beragama bagi masyarakat Hindu di Indonesia. Sekian artikel mengenai Pura Uluwatu, terimakasih telah berkunjung. Serta mohon maaf bila ada kesalahan yang disengaja ataupun tidak.



Sunday, March 19, 2017

Tanah Lot



Pernahkah kalian berkunjung ke Tanah Lot? Tempat ini adalah tempat persembahyangan untuk agama Hindu yang berada di tengah laut. Tanah Lot berlokasi di Beraban, kediri, Kabupaten Tabanan, tempat ini merupakan bagian dari Pura Dang Kahyangan.

Sejarah Pura Tanah Lot, dikisahkan Bhagawan Dang Hyang Nirartha melakukan misi penyebaran Agama Hindu dari Jawa ke Bali. Pada saat itu, Raja Dalem Waturenggong ada penguasa pulau Bali. Karena penyambutan kedatangan Dang Hyang Nirartha dilakukan dengan baik, beliau pun berhasil menyebarkan agama Hindu sampai ke pelosok-pelosok desa yang ada di Bali.

selanjutnya, Dang Hyang Nirartha melihat sinar suci dari arah laut Bali, lalu beliau mencari sumber sinar tersebut dan sampailah beliau di sebuah pantai di sebuah desa yang bernama desa Beraban Tabanan. Pada saat tersebut, desa itu dipimpin oleh bendesa Beraban Sakti yang sangat menentang ajaran dari Dang Hyang Nirartha dalam melakukan penyebaran agama Hindu. Lalu, Dang Hyang Nirartha melakukan meditasi, tepatnya di atas batu karang yang memiliki bentuk menyerupai burung beo. Dengan banyak cara Bendesa Beraban ingin mengusir Dang Hyang Nirartha dari tempat meditasinya itu.

Dengan kekuatannya, Dang Hyang Nirartha memindahkan baru karang yang dijadikannya sebagai tempat meditasi ke tengah pantai. Batu karang itu diberi nama Tanah Lot yang memiliki arti batu karang yang berada di tengah laut. Semenjak Bendesa Beraban Sakti melihat hal tersebut, ia mengakui kesaktian yang dimiliki oleh Dang Hyang Nirartha, dan ia pun menjadi pengikut dari Dang Hyang Nirartha untuk memeluk agama Hindu serta penduduk lainnya.
Selanjutnya, Dang Hyang Nirartha meninggalkan Tanah Lot. Tetapi, sebelum meninggalkan tempat itu, beliau sempat memberi keris sakti yang dapat menyembuhkan penyakit yang menyerang tanaman. Keris tersebut lalu disimpan di Puri Kediri serta dibuatkan upacara keagamaan di Pura Tanah Lot setiap 6 bulan sekali, karena rutin melakukan upacara ini, kehidupan penduduk di daerah Tanah Lot pun menjadi meningkat tajam dengan hasil panen pertanian yang melimpah dan mereka pun hidup dengan saling menghormati.

Pura Tanah Lot sampai sekarang sering terganggu oleh abrasi, dan pengikisan akibat ombak serta angin. Karena kejadian tersebut, pemerintah di Bali pun melakukan pemasangan tetrapod sebagai pemecah gelombang dan memperkuat tebing di sekitaran pura berupa karang buatan. Pada tahun 1987 dilakukan pemasangan pemecah gelombang (tetrapod) seberat 2 ton yang diletakkan didepan Pura Tanah Lot. Namun, peletakan tetrapod mengganggu keindahan dan keasrian alam sekitarnya lalu diadakan studi kelayakan yang melibatkan tokoh agama serta masyarakat daerah setempat. Perlindungan Pura mulai dilakukan sekitar bulan juni 2000 dan selesai pada bulan februari 2003 melalui dana bantuan pinjaman Japan Bank Internasional Cooperation (JBIC) sebesar 95 miliar rupiah. Keseluruhan pekerjaan yang meliputi bangunan wantilan, candi, area parkir, paebatan, seta penataan jalan dan taman.

Inginkah anda berkunjung ke Tanah Lot? anda bisa melihat lokasi dan mencari tempat tersebut dengan melihat Petunjuk arah menuju Pura Tanah Lot. Sekian dulu artikel mengenai Pura Tanah Lot, tunggu postingan berikutnya lagi ya mengenai Bali. terimakasih telah berkunjung dan mohon maaf bila ada kesalahan yang disengaja maupun tidak.

Friday, March 17, 2017

BERDIRINYA PURA BESAKIH





Pura Besakih merupakan Pura terbesar yang berada di wilayah Bali, tepatnya di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Dahulu, tempat yang digunakan sebelum dibangunnya Pura Besakih hanya terdapat banyak kayu di sebuah hutan belantara. Dan sebelum adanya Selat Bali, Pulau Bali dan Pulau Jawa dulu masih menjadi satu, pulau ini bernama Pulau Dawa (panjang). Di sebuah tempat di Jawa Timur tepatnya di Gunung Rawang, ada seorang pertapa yang bernama Rsi Markandeya, beliau sering dijuluki sebagai Bhatara Giri Rawang karena ketinggian ilmu bhatin, kesucian rohani, serta kecakapan dann kebijaksanaan yang dimili oleh-Nya.

Pada mulanya, Rsi Markandeya bertapa di sebuah gunung yang bernama Gunung Demulung, lalu pindah ke Gunung Hyang. Sekian lama beliau melakukan pertapaan disana, lalu Rsi Markandeya pun mendapat titah dari Sang Hyang Widhi Wasa agar beliau dan para pengikutnya membersihkan hutan di Pulau Dawa hingga bersih, lalu tanah tersebut dibagi-bagikan kepada para pengikutnya.

Kemudian beliau berangkat ke tanah Bali dengan pengikutnya yang berjumlah 800 orang lengkap dengan perlengkapan serta peralatan yang diperlukan. Sesampainya di tempat tujuan, beliau memerintahkan para pengikutnya untuk memulai membersihkan dan merambas hutan. Pada saat merambas hutan, banyak para pengikut dari Rsi Markandeya yang sakit dan meninggal dan ada juga yang mati karena dimakan binatang buas. Kemudian beliau memerintahkan pengikutnya agar kembali ke Jawa yaitu ke tempat pertapaan semula untuk memohon petunjuk kepada Sang Hyang Widhi. Entah seberapa lamanya, pada suatu hari yang baik, beliau kembali bercita-cita untuk melanjutkan perambasan hutan yang dilakukannya sebelumnya. Singkat cerita, beliau pun menemukan hari yang baik lalu datang ke tanah Bali untuk melanjutkan perambasan hutan. Kali ini, beliau mengajak pengikutnya yang berjumlah 4000 orang yang berasal dari Desa Aga yaitu Penduduk yang tinggal di lereng Gunung Rawung. Seperti sebelumnya, para pengikut membawa peralatan serta perlengkapan dan ditambah alat-alat pertanian dan bibit tanaman untuk ditanam disebuah tempat yang baru.

Setelah tiba di tempat tujuan, Rsi Markandeya segera melakukan pertapaan yoga semadi bersama para yogi lainnya, lalu melakukan upacara Dewa Yadnya dan Bhuta yadnya. Setelah yadnya tersebut selesai, para pengikut diperintahkanNya untuk melakukan perambasan hutan tersebut. Setelah melakukan kegiatan tersebut hingga bersih, lalu dilakukanlah pembagian tanah oleh Rsi Markandeya untuk para pengikutnya masing-masing untuk dijadikan sawah, tegal, dan perumahan.



Dengan demikian, pengikut Rsi Markandeya yang berasal dari Desa Aga itu menetap di tempat tersebut sampai sekarang. Tempat dimulainya perambasan hutan itu ditanam kendi berisi air serta 5 jenis logam, diantaranya; emas, tembaga, perak, perunggu, dan besi yang dapat disebut panca datu dan permata mirahadi. Disertai dengan upakara dan percikan tirta pengentas. Tempat menanam 5 jenis logam tersebut diberi nama Basuki yang berarti selamat. Ditempat tersebut pula didirikan pelinggih. Seiring berjalannya waktu, di Pelinggih tersebut pun didirikan pura yang diberi nama PURA BASUKIAN. Pura inilah cikal-bakal berdirinya Pura Besakih dan pura-pura lainnya. Pembangunan pura di Pura Besakih dilakukan dengan bertahap dan berkelanjutan dan dengan disertai oleh perbaikan yang dilakukan secara terus menerut dan dari masa ke masa.

Saat ini, Pura Besakih terdiri dari 1 Pura Pusat yaitu Pura Penataran Agung Besakih serta 18 Pura pendamping. Salah satunya ialah Pura Basukian, pura yang satu ini adalah tempat pertama kalinya diterima wahyu Tuhan oleh Rsi Markandeya. Diantara banyak pura yang terdapat di Pura Besakih, Pura Penataran Agung lah Pura dengan wilayah terluas serta pelinggih yang banyak, selain pelinggih yang banyak, upakara yang digunakan pun banyak pula. Di Pura Penataran Agung terdapat 3 Candi utama yang dipercayai sebagai simbol stana dari Tuhan yaitu Tri Murti, Dewa Brahma sebagai pencipta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara, serta Dewa Siwa senagai Pelebur. Keberadaan bangunan Pura Besakih tidah hanya sekedar menjadi tempat pemujaan terhadap Tuhan, namun, menurut kepercayaan umat Hindu Dharma, yang terbesar di Pulau Bali, namun di dalamnya terdapat keterkaitan latar belakang dengan makna Gunung Agung, sering disebut gunung tertinggi di Bali yang dipercaya sebagai pusat Pemerintahan Arwah, Alam Para Dewata, yang menjadi utusan Tuhan untuk Bali dan sekitarnya. Sehingga tepat di lereng barat daya Gunung Agung dibuatkan bangunan untuk umat manusia yang bermakna filosofis.

Selain tempat melakukan yadnya, Pura Besakih pun dijadikan tempat wisata untuk wisatawan asing, dan bila ingin memasuki wilayah pura haruslah mengenakan Kamben dan pakaian adat Hindu yang sopan dan menutupi aura. Sekian artikel mengenai BERDIRINYA PURA BESAKIH. terimakasih telah berkunjung, dan mohon maaf bila ada kesalahan karena saya adalah manusia, dan manusia pasti tak luput dari kesalahan.

Sumber : Input Bali
                

Sunday, February 26, 2017

Pura Kahyangan Tiga


Bali, merupakan pulau yang sering disebut Pulau Dewata, disebut demikian karena di Bali terdapat banyak Pura. Pada setiap desa  adat ada pun Pura yang harus di bangun, yaitu Pura Kahyangan Tiga. Pura Kahyangan tiga terdiri dari dua kata yaitu Kahyangan dan tiga, kahyangan berasal dari kata "Hyang" yang berarti Suci, dan tiga yang berarti tiga, jadi Pura Kahyangan Tiga memiliki arti Tiga buah tempat suci yang biasa disebut PURA. Kahyangan tiga adalah simbol dari keyakinan Umat Hindu terhadap Dewa Tri Murti (Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa). Pura Kahyangan Tiga terdiri dari:

1. Pura Desa yang merupakan tempat pemujaan Dewa Brahma yang menciptakan alam semesta.
2. Pura Puseh yang merupakan tempat pemujaan Dewa Wisnu yang bertugas sebagai pemelihara.
3. Pura Dalem yang merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa yang memiliki tugas sebagai pelebur.

Banyak orang menyebut sejarah Pura Kahyangan tiga yang ada di setiap Desa Adat masih belum pasti, mungkin hal itu disebabkan karena kurangnya informasi mengenai legenda-legenda dari nenek moyang kita. Akan tetapi, ada yang menyebutkan bahwa adanya Pura Kahyangan Tiga berawal dari ketika pada masa sebelum pemerintahan Raja Udayana dan Gunapriya Darmapatni pada tahun 898 M sampai 1011 M.

Tetapi karena adanya banyak aliran- aliran di Bali seperti: Pasupata, Bairawa, Brahmana, Rsi, Ganapatya, Sidanta, dan masih banyak lainnya menyebabkan adanya perbedaan kepercayaan di masyarakat sehingga sering menimbulkan pertentangan dan perbedaan pendapat di aliran satu dengan yang lainnya sehingga memberi pengaruh buruk pada pemerintahan kerajaan dan mengganggu kehidupan masyarakat.

Merasakan hal yang demikian, Raja Udayana menugaskan Empu Kuturan untuk mengadakan pertemuan para tokoh-tokoh Agama di Bali. Pertemuan para tokoh-tokoh agama tersebut bertempat di Desa Bedahulu Kabupaten Gianyar. Setelah pertemuan tersebut menghasilkan sebuah keputusan yang mengharuskan agar dalam lingkungan masyarakat Desa dibangun Pura Kahyangan Tiga, yang memiliki fungsi sebagai tempat pemujaan Dewa Tri Murti yaitu: Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa yang merupakan manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Berdasarkan keyakinan dari dahulu, Pura Kahyangan Tiga harus ditempatkan di tempat yagn benar, agar tidak terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan.  Penempatan Pura Kahyangan tiga harus dalam letak yang benar, yaitu:

  1. Pura Desa dibangun di tengah-tengah salah satu sudut dari pada Catur Pata atau perempatan agung. Pada sudut yang lain terdapat wantilan, serta pasar yang lengkap dengan Pura Melanting.
  2. Pura Puseh dibangun pada bagian arah selatan desa yang mengarah ke pantai, oleh sebab itu Pura Puseh sering disebut Pura Segara.
  3. Pura Dalem dibangun mengarah ke arah barat daya dari desa, karena arah barat daya adalah arah mata angin yang dikuasai oleh Dewa Rudra yaitu aspek Dewa Siwa yang berfungsi mempralina atau melebur segala makhluk hidup.


Selain Berwujud tiga buah pura, Pura Kahyangan Tiga bisa juga dibangun hanya dengan dua buah Pura saja, Pura Puseh dan Pura Desa bisa disatukan, biasanya disebut Pura Puseh-Desa Bale Agung. Pura dalem tidak boleh disatukan dengan pura Puseh atau Desa, karena letaknya di tebenan yang dekat dengan kuburan.




Sekian informasi tentang Pura Kahyangan Tiga, di daerah kalian bagaimana keadaan Pura tersebut? semoga masih tetap utuh dan tetap ada, mungkin didaerah kalian sudah tidak dibangun atau memang tidak ada dari dulu, entah karena alasan apa. Semoga daerah yang masih terdapat Pura Kahyangan Tiga tidak hilang karena jaman. TETAP DIJAGA DAN DILESTARIKAN nggih semeton.